Showing posts with label gliricidia. Show all posts
Showing posts with label gliricidia. Show all posts

Saturday, September 7, 2024

Kebun Energi : Mengapa Kaliandra (Calliandra Calothyrsus) atau Gamal (Gliricidia Sepium) ?

Sejak tahun 1937 kaliandra telah ditanam di Perhutani dan daerah yang lebih luas bersamaan dengan program penghijauan dan pendukung kayu bakar dan pakan ternak. Dan juga sejak tahun 1974, Perhutani telah menyebarkan bibit kaliandra kepada petani hutan dan memanfaatkannya sebagai tanaman batas antara kawasan hutan dan daerah pedesaan atau lahan pertanian. Budidaya kaliandra pada saat itu terutama ditujukan untuk menyediakan kayu bakar dan pakan ternak bagi masyarakat yang tinggal di hutan, dan mengurangi ketergantungan pada minyak tanah untuk memasak. Kaliandra digunakan sebagai tanaman teras (penahan erosi) dengan kemiringan tinggi untuk memperkuat perkebunan utama, misalnya dengan perkebunan jati, dan juga untuk tujuan perlindungan tanah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui kemampuan akarnya untuk menyerap nitrogen dalam bentuk bintil akar.

Sedangkan jenis tanaman gliricidia banyak digunakan sebagai tanaman tepi atau tanaman pagar untuk mencegah ternak besar memasuki hutan. Kayunya digunakan sebagai kayu bakar dan daunnya digunakan sebagai pakan ternak. Kayunya dapat dipanen dengan cepat, dan pemangkasannya juga dilakukan dengan proses yang cepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa, tidak direkomendasikan untuk menanam spesies baru yang memiliki karakteristik yang tidak diketahui sampai ada kegiatan penelitian yang memadai tentang spesies tersebut.

Sebagai contoh misalnya jenis akasia relatif memiliki karakteristik sebagai spesies yang cepat tumbuh namun tidak banyak diketahui apakah bisa digunakan dan dikelola dengan sistem trubusan (coppice) yang berkelanjutan. Dan juga jenis-jenis tersebut tidak seperti tanaman kaliandra dan gamal meski mudah dalam budidaya dan pemanenan, namun tidak terbukti cocok untuk penerapan sistem trubusan rotasi pendek, dan juga jarang ditanam dalam skala yang lebih luas. 

Meskipun kaliandra dan gliricidia bukan spesies pohon asli di Indonesia, tetapi spesies tersebut telah lama diperkenalkan, dan dapat ditemukan hampir di seluruh pulau Jawa. Calliandra dan Gliricidia menjadi sangat populer di daerah pertanian di sebagian besar wilayah Jawa. Selain itu bahkan juga belum banyak laporan yang menggambarkan adanya hama dan / atau penyakit yang berkaitan dengan salah satu spesies tersebut. Kayu yang dihasilkan dari tanaman kaliandra dan gliricidia memiliki karakteristik fisik dan kimia yang relatif baik untuk dijadikan kayu bakar atau sebagai bahan baku wood pellet. Nilai kalorinya tinggi dan kadar abunya rendah.   

Indonesia sebagai negara tropis bahkan dengan luas tanah terbesar di Asia Tenggara akan sangat potensial mengembangkan kebun energi tersebut. Kebun energi pada hakekatnya adalah sumber energi atau diibaratkan sebagai baterai, yang menyimpan energi matahari dalam tanaman ,kebun energi tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Walaupun pengembangan aneka tipe energi terbarukan terus dipacu tetapi untuk menyimpan energi dalam kapasitas besar akan membutuhkan baterai yang juga sangat besar. Riset baterai tersebut juga diperkirakan akan membutuhkan waktu cukup lama dan biaya besar, sehingga dalam rangka karbonisasi maka energi biomasa bisa digunakan untuk cofiring dan bahkan fulfiring hingga pada saatnya baterai besar itu bisa diaplikasikan.   

Wednesday, September 4, 2024

Kebun Energi : Tidak Hanya Produksi Wood Pellet Tetapi Juga Harus Mendukung Industri Peternakan

Konsep kebun energi atau kebun biomasa dengan memanfaatkan seluruh bagian pohon (whole tree utilization) sepertinya memang masih belum populer saat ini. Tetapi cepat atau lambat hal tersebut insyaAllah akan terjadi karena perusahaan-perusahaan wood pellet yang berorientasi profit tentu akan memaksimalkan aspek atau profit tersebut, tentunya sepanjang tidak merusak lingkungan dan CSR akan diupayakan dengan cara lain. Orientasi utama saat ini yang berfokus pada produk kayu untuk bahan baku wood pellet tentu adalah hal yang baik tetapi akan jauh lebih baik apabila seluruh bagian pohon bisa dimaksimalkan manfaatnya. Apabila hal tersebut bisa dilakukan kemanfaatannya tidak hanya pada sektor energi tetapi juga pangan dan pakan, sektor-sektor penting yang esensial dalam kehidupan manusia.

Komposisi utama dari daun kebun energi seperti kaliandra dan gliricidia adalah protein dan unsur protein ini adalah komponen penting dan termahal dibandingkan dari unsur-unsur lain dari pakan ternak. Dengan volume daun dari kebun energi yang cukup banyak maka hal tersebut seharusnya mendukung industri peternakan dan tidak hanya dibuang begitu saja karena hanya sekedar produk samping atau limbah yang kurang bermanfaat. Padahal dari sisi industri peternakan hal tersebut adalah sebaliknya. Pemanfaatan daun tersebut bisa langsung digunakan pada peternakan ataupun diolah menjadi pakan ternak dalam suatu industri pengolahan tergantung dari situasi dan kondisi setempat.   

Peternakan besar bisa dibuat dari pemanfaatan daun kebun energi demikian juga pabrik pakan tenak dari daun tersebut. Produksi pellet daun (leaf pellet) bisa dibuat dilakukan yang proses produksinya mirip dengan produksi wood pellet sehingga pabrik wood pellet yang berdampingan dengan pabrik leaf pellet juga sangat mungkin dilakukan. Seperti produk wood pellet yang berorientasi export maka untuk leaf pellet juga bisa juga demikian. Sedangkan apabila peternakan besar yang akan dilakukan maka limbah dari peternakan atau kotoran hewan tersebut bisa sebagai bahan baku / substrat dari produksi biogas. Biogas tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk pengeringan pada produksi wood pellet atau leaf pellet maupun digunakan untuk produksi listrik. Residu dari biogas akan menjadi pupuk organik baik pupuk organik padat maupun pupuk organik cair. Diagram sederhana seperti dibawah ini.

 

Ribuan sapi bakalan atau sapi bibit diimport Indonesia dari Australia dan New Zealand dan penggemukan sapi adalah usaha yang menjanjikan di Indonesia karena kebutuhan daging sapi yang masih belum terpenuhi hingga saat ini. Kekurangan daging sapi tersebut dipenuhi dari import daging kerbau dari India dan daging sapi dari Brazil. Dukungan ketersediaan pakan yang melimpah dan berkualitas adalah salah satu aspek penting swasembada daging tersebut. Selain sapi kebutuhan kambing dan domba juga sangat besar. Yogyakarta, kota yang juga terkenal dengan kuliner sate kambing membutuhkan lebih dari 1500 ekor per hari domba. Selain itu kebutuhan untuk aqiqah serta Idul Adha juga sangat besar. Pasar export domba juga sangat menjanjikan yang sampai saat ini masih belum bisa terpenuhi karena berbagai hal salah satunya adalah faktor pakan. Pakan dalam usaha peternakan memegang peranan sangat penting atau bahkan sekitar 70% biaya peternakan adalah biaya pakan tersebut. Dan peternakan adalah mata rantai kebututuhan pangan bagi manusia sehingga tidak terpisahkan.    

Wednesday, July 24, 2024

Korupsi Timah dan Parahnya Kerusakan Lingkungan VS Kebun Energi Untuk Produksi Wood Pellet, Leaf pellet dan Madu

Luas lahan di kasus korupsi timah sekitar 170 ribu hektar, dengan korupsi senilai 271 trilyun rupiah yang dilakukan selama 7 tahun (2015 - 2022) dan menyisakan kerusakan lingkungan yang parah. Seandainya lahan tersebut digunakan untuk kebun energi / biomasa dengan produksi wood pellet, leaf pellet dan madu maka potensi keuntungan sebesar 285 trilyun rupiah ditambah dengan perbaikan lingkungan yang signifikan. Jadi lebih menguntungkan secara finansial, memberi rejeki halal dan berkah serta memperbaiki lingkungan / lahan.

Saturday, July 20, 2024

Kebun Energi : Tidak Hanya Produksi Wood Pellet Tetapi Juga Harus Mendukung Industri Peternakan

Konsep kebun energi atau kebun biomasa dengan memanfaatkan seluruh bagian pohon (whole tree utilization) sepertinya memang masih belum populer saat ini. Tetapi cepat atau lambat hal tersebut insyaAllah akan terjadi karena perusahaan-perusahaan wood pellet yang berorientasi profit tentu akan memaksimalkan aspek atau profit tersebut, tentunya sepanjang tidak merusak lingkungan dan CSR akan diupayakan dengan cara lain. Orientasi utama saat ini yang berfokus pada produk kayu untuk bahan baku wood pellet tentu adalah hal yang baik tetapi akan jauh lebih baik apabila seluruh bagian pohon bisa dimaksimalkan manfaatnya. Apabila hal tersebut bisa dilakukan kemanfaatannya tidak hanya pada sektor energi tetapi juga pangan dan pakan, sektor-sektor penting yang esensial dalam kehidupan manusia.

Komposisi utama dari daun kebun energi seperti kaliandra dan gliricidia adalah protein dan unsur protein ini adalah komponen penting dan termahal dibandingkan dari unsur-unsur lain dari pakan ternak. Dengan volume daun dari kebun energi yang cukup banyak maka hal tersebut seharusnya mendukung industri peternakan dan tidak hanya dibuang begitu saja karena hanya sekedar produk samping atau limbah yang kurang bermanfaat. Padahal dari sisi industri peternakan hal tersebut adalah sebaliknya. Pemanfaatan daun tersebut bisa langsung digunakan pada peternakan ataupun diolah menjadi pakan ternak dalam suatu industri pengolahan tergantung dari situasi dan kondisi setempat. 

Peternakan besar bisa dibuat dari pemanfaatan daun kebun energi demikian juga pabrik pakan tenak dari daun tersebut. Produksi pellet daun (leaf pellet) bisa dibuat dilakukan yang proses produksinya mirip dengan produksi wood pellet sehingga pabrik wood pellet yang berdampingan dengan pabrik leaf pellet juga sangat mungkin dilakukan. Seperti produk wood pellet yang berorientasi export maka untuk leaf pellet juga bisa juga demikian. Sedangkan apabila peternakan besar yang akan dilakukan maka limbah dari peternakan atau kotoran hewan tersebut bisa sebagai bahan baku / substrat dari produksi biogas. Biogas tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk pengeringan pada produksi wood pellet atau leaf pellet maupun digunakan untuk produksi listrik. Residu dari biogas akan menjadi pupuk organik baik pupuk organik padat maupun pupuk organik cair. Diagram sederhana seperti dibawah ini.


Ribuan sapi bakalan atau sapi bibit diimport Indonesia dari Australia dan New Zealand dan penggemukan sapi adalah usaha yang menjanjikan di Indonesia karena kebutuhan daging sapi yang masih belum terpenuhi hingga saat ini. Kekurangan daging sapi tersebut dipenuhi dari import daging kerbau dari India dan daging sapi dari Brazil. Dukungan ketersediaan pakan yang melimpah dan berkualitas adalah salah satu aspek penting swasembada daging tersebut. Selain sapi kebutuhan kambing dan domba juga sangat besar. Yogyakarta, kota yang juga terkenal dengan kuliner sate kambing membutuhkan lebih dari 1500 ekor per hari domba. Selain itu kebutuhan untuk aqiqah serta Idul Adha juga sangat besar. Pasar export domba juga sangat menjanjikan yang sampai saat ini masih belum bisa terpenuhi karena berbagai hal salah satunya adalah faktor pakan. Pakan dalam usaha peternakan memegang peranan sangat penting atau bahkan sekitar 70% biaya peternakan adalah biaya pakan tersebut. Dan peternakan adalah mata rantai kebututuhan pangan bagi manusia sehingga tidak terpisahkan.    

Monday, November 6, 2023

Reklamasi Bentuk Lain - Kebun Energi untuk Produksi Wood Pellet dan Integrated Farming

 

Reklamasi pasca tambang merupakan kewajiban perusahaan pertambangan / pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) sehingga mereka harus menyiapkan dana untuk hal tersebut. Selain menghutankan kembali pada area tambang di kawasan hutan, reklamasi bentuk lain lebih fleksibel karena banyak macamnya, tetapi tujuannya bisa memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Apabila perusahaan tambang tersebut tidak melakukan reklamasi akan mendapat sanksi berat yakni denda sampai 100 miliar rupiah. Pengelolaan usaha atau kegiatan pasca reklamasi juga fleksibel sesuai kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan di atas.

Friday, April 7, 2023

Merintis Export Hay dari Limbah Daun Kebun Energi

Tingginya kebutuhan pakan khususnya unsur protein di Eropa, di sisi lain adalah peluang tersendiri. Limbah daun dari kebun energi dengan jumlah berlimpah bisa sebagai komoditas export untuk mengisi peluang tersebut. Daun tersebut bisa diolah menjadi hay lalu dipadatkan (biomass densification) menjadi kotak-kotak besar dan siap diexport. Dengan kondisi iklim tropis maka produksi biomasa khususnya untuk energi terbarukan, pakan dan pangan melalui kebun energi adalah upaya ideal yang solutif. Produk kayu akan menjadi bioenergi khususnya menjadi produk wood pellet, daun menjadi komoditas export pakan ternak, dan madu sebagai makanan bernutrisi tinggi yang multimanfaat. Jutaan hektar lahan potensial untuk pembuatan kebun energi tersebut sehingga memaksimalkan manfaat penggunaan lahan, apalagi dengan kondisi iklim tropis yang mendukung. 


Belajar dari negara bagian Oregon di Amerika Serikat yang sukses sebagai exporter rumput hay sebagai sumber serat pada pakan ternak. Tercatat lebih dari 900.000 ton per tahun export rumput hay tersebut dari Oregon dengan negara tujuan yakni Jepang, Taiwan dan Korea. Bisnis tersebut telah ada lebih dari 30 tahun lalu. Mekanisasi pertanian dan penggunaan teknik pertanian modern telah membantu berkembangnya bisnis tersebut. Sejumlah spesies rumput yang mereka budidayakan antara lain annual ryegrass (Lolium multiflorum), perennial ryegrass (L.perenne), bent grass (Agrostis spp.), fine fescue (Festuca spp), Kentucky blue grass (Poa pratensis), Orchad grass (Dactylis glomerata) dan tall fescue (F.arundinacea). 


Perbedaan hay dan jerami kering (straw) kadang masih sering membingungkan. Hay dibuat dari tangkai, dedaunan, dan pucuk tanaman yang segar. Banyak tanaman dapat digunakan untuk dijadikan hay, sebagai contoh di Iowa, Amerika Serikat alfaalfa dan semanggi (clover) paling umum digunakan. Jika dipotong dan dipak (dipadatkan) hampir semua kandungan nutrisi tidak hilang dan digunakan sebagai pakan ternak. Sedangkan jerami juga terbuat dari tangkai dan daun dari tanaman, tetapi dipotong setelah tanaman tersebut dewasa dengan pucuknya atau buahnya telah dipanen untuk hal lain. Jerami ini hanya memiliki nilai nutrisi yang sangat kecil dan penggunaannya terutama sebagai alas tidur ternak (animal bedding).  Syarat tanaman yang dibuat hay adalah bertekstur halus, dipanen pada awal musim berbunga serta dipanen dari area yang subur.   


Produksi hay dilakukan dengan memotong hijauan (rerumputan atau dedaunan) selanjutnya  melayukan dan mengeringkan hijauan tersebut, selanjutnya untuk memudahkan penyimpanan, transportasi dan penggunaannya, maka hay tersebut perlu dipadatkan. Pakan ternak dalam bentuk kering seperti hay akan membuatnya mampu bertahan hingga nutrisi tetap terjaga. Sejarah pembuatan hay diperkirakan bermula pada akhir abad 19, saat itu alfaalfa diperkenalkan di Iowa dan menjadi tanaman paling populer untuk produksi hay. Alfalfa sendiri berasal dari Asia tengah yang pertama kali digunakan untuk pakan ternak dan selanjutnya alfalfa ini menyebar ke berbagai belahan dunia. Daun legum dari kebun energi juga sangat potensial sebagai pakan ternak dan pengolahan menjadi bentuk hay akan meningkatkan pemanfaatannya termasuk bahkan juga nilai keekonomiannya. Pada industri hay komersial alat-alat mekanis modern digunakan terutama untuk pemadatan dengan membuat balok-balok atau kotak-kotak dengan target produksi tinggi, seperti halnya pada video di link berikut di sini.  

Tuesday, November 23, 2021

Urgensi Produksi  Hay 

Kalau di negara empat musim pada musim dingin tanaman pertumbuhannya sangat lambat bahkan berhenti tumbuh sehingga hay digunakan sebagai tambahannya, sedangkan di Indonesia pada musim kemarau rerumputan juga hijauan terbatas sehingga untuk mempertahankan performa peternakan seharusnya pakan tambahan seperti hay ini digunakan. Dengan dibuat hay, pakan ternak menjadi tahan lama sehingga bisa untuk sumber pakan ketika pasokan berkurang. Dengan kondisi kering dan dipadatkan maka hay menjadi mudah disimpan dan penggunaannya. Pada peternakan yang berorientasi pada perkembangbiakkan (breeding) kualitas pakan biasanya tidak sebagus pada peternakan yang berorientasi pada penggemukan (fattening). Durasi breeding yang lebih lama daripada fattening adalah salah satu pertimbangan tersebut, karena pakan menjadi komponen biaya tertinggi pada usaha peternakan.

Karena berbagai faktor seperti karena kondisi geografi dan tenaga kerja, sejumlah negara bahkan harus mengimport pakan ternak khususnya hay tersebut. Amerika Serikat misalnya mengeksport tidak kurang 700.000 ton hay setiap tahunnya ke Jepang, Taiwan dan Korea. Daun leguminoceae seperti indigofera, kaliandra dan gliricidia / gamal adalah sumber pakan ternak ruminansia sangat potensial untuk produksi hay tersebut. Selain bisa ditanam khusus untuk produksi hay tersebut leguminoceae tersebut juga bisa sebagai tanaman kebun energi atau kebun biomasa. Integrasi kebun energi atau kebun biomasa tersebut dengan usaha peternakan khususnya produksi pakan ternak dalam bentuk produk hay adalah kombinasi yang sangat menarik.  

Selain untuk pasar export, pasar dalam negeri atau lokal juga tidak kalah menarik. Daerah-daerah dengan tanah yang luas bisa sebagai sentra-sentra produksi hay tersebut selanjutnya didistribusikan ke sejumlah sentra peternakan ruminansia. Hay dengan kondisi kering dan dipadatkan (densified) sehingga mudah didistribusikan bahkan dalam jarak jauh sekalipun. Hal ini berbeda dengan silase yang kondisinya basah sehingga tidak bisa dipadatkan seperti hay tersebut. Dengan terpenuhinya pakan maka performa usaha peternakan ruminansia bisa terjaga. Pada kebun energi atau kebun biomasa, kayu bisa diolah menjadi produk energi seperti wood chip, wood pellet, wood briquette maupun sawdust charcoal briquette, atau pun produk non-energi seperti particle board. Itu berarti seluruh bagian pohon tersebut bisa dimanfaatkan.

Thursday, July 22, 2021

Peternakan Doka (Domba dan Kambing) Berbasis Kebun Energi

Kebutuhan pangan khususnya protein hewani terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Daging khususnya dari domba kambing adalah sumber protein hewani yang banyak menjadi favorit atau kesukaan masyarakat. Diperkirakan penduduk dunia akan mencapai 10 milyar pada 2050 dan khususnya penduduk Indonesia 319 juta jiwa pada 2045. DKI Jakarta atau Jabodetabek adalah daerah paling padat penduduknya di Indonesia sehingga kebutuhan pangan khususnya protein hewani daging domba kambing semakin besar. Saat ini daerah tersebut mendatangkan kebutuhan daging domba dan kambing dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung secara bergantian tergantung ketersediaan suplai masing-masing daerah tersebut. Hal ini karena tidak ada satu daerahpun yang mampu mencukupi sendiri kebutuhan Jabodetabek tersebut. Atau apabila daerah-daerah tersebut selalu bisa menyuplai kebutuhan Jabodetabek secara rutin maka bisnis bisa terus berkesinambungan dan stabil tetapi tentu saja bisa mengatasi kendala-kendala dalam bisnis Doka ini.

Ternyata sejumlah permasalahan melingkupi bisnis Doka ini diantaranya ketersediaan bibit, skill beternak, ketersediaan pakan, rantai pemasaran dan sebagainya. Hal sederhana misalnya ketersediaan bibit. Walaupun peternak pada umumnya juga belum menggunakan bibit unggul, ketersediaan bibit pun menjadi masalah karena banyak betina produktif yang dipotong atau disembelih. Hal ini terutama karena faktor persaingan bisnis, karena harga jantan lebih mahal membuat Doka betina disembelih padahal ini mengganggu keberlanjutan usaha peternakan tersebut. Aspaqin (Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia) mencatat telah terjadi penyembelihan betina sebanyak 63% dari anggotanya dari total 331.693 ekor yang disembelih. Tentu saja masih banyak yang tidak terdata karena masih banyak pengusaha aqiqah yang tidak menjadi anggota Aspaqin tersebut. Selain itu juga banyak warung-warung makan masakan kambing seperti warung-warung sate yang masih menyembelih Doka betina produktif. 

Tentu juga akan lebih baik jika Doka yang menjadi bibit adalah Doka pilihan atau unggulan sehingga dihasilkan kuantitas dan kualitas daging lebih baik. Faktor konversi pakan ke daging pada Doka unggulan juga lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan. Dan ini terutama menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga riset. Domba dorper dan kambing bohr adalah jenis doka unggulan tersebut. Tetapi ada upaya yang lebih mudah dilakukan untuk menjaga keberlangsungan peternakan domba tersebut, yakni dengan mengurangi bahkan melarang pemotongan Doka betina produktif. Dengan cara demikian maka kontinuitas bibit Doka bisa dipertahankan bahkan dikembangkan lebih banyak lagi. Untuk bisa mewujudkan hal ini tentu saja dibutuhkan upaya dari semua pihak. Pemberian insentif atau sangsi bisa saja dilakukan untuk menunjang hal tersebut. 

Masalah skill atau ketrampilan peternak juga menjadi kendala lainnya. Sebagian besar peternak Doka adalah peternak kecil dengan teknik beternak tradisional. Hal tersebut membuatnya sulit apabila digunakan mencukupi permintaan rutin apalagi jumlah besar. Pola peternakan modern harus dilakukan untuk menjadi industri peternakan yang handal sebagai tumpuan mata pencaharian peternak tersebut. Hanya dengan pola tersebut peternakan yang efektif dan efisien bisa dilaksanakan. Dengan persiapan yang baik didukung dengan skill tersebut, pelaku industri peternakan Doka mampu melakukan peternakan Doka secara intensif sehingga diharapkan mampu menyuplai kebutuhan daging tersebut.

Beternak Doka selain merupakan upaya pemenuhan sumber pangan khususnya protein hewani berupa daging dan susu, juga merupakan bagian menyempurnakan syari'at Islam. Jumlah penduduk yang terus meningkat artinya bayi-bayi muslim yang lahir itu orang tuanya diperintahkan untuk melakukan aqiqah. Selain itu juga perayaan Idul Adha yang dilakukan setiap tahun juga membutuhkan Doka sebagai hewan qurban. Domba bahkan sebagai hewan qurban memiliki banyak keutamaan dibandingkan hewan ternak lainnya walaupun sama-sama halal seperti kambing, unta dan sapi. Dalam ayat (QS 6 : 143-144), delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor (sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi. Kaidah dalam Al Qur'an, sesuatu yang disebut pertama memiliki keutamaan daripada sesudahnya. Indikasi lain tentang keutamaan domba juga bisa kita dapati pada peristiwa Qurban, yakni ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yakni Ismail, lalu oleh Allah SWT menyelamatkan Ismail dan menggantinya dengan domba besar. Peristiwa tersebut kemudian kita peringati setiap tahun dan menjadi syariat Qurban pada hari raya Idhul Adha setiap 10 Dzulhijah. 

Pengembangan kebun energi yang semakin digaungkan akhir-akhir ini dengan produk utama berupa kayu untuk produksi bahan bakar biomasa baik wood chip maupun wood pellet, juga akan menghasilkan limbah atau produk samping berupa daun. Daun dari kaliandra atau gamal (gliricidia) tersebut kaya akan kandungan protein sehingga sangat bagus sebagai sumber pakan ternak Doka tersebut. Jumlah daun yang dihasilkan juga akan sangat banyak sehingga potensi peternakan Doka yang dikembangkan juga akan sangat besar. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan Doka bibit, import berapapun juga diperbolehkan pada peraturan saat ini. Hal ini juga bisa sangat mirip pada usaha penggemukan (feedlot) sapi potong kapasitas besar,M dimana sapi bakalan atau sapi bibit diimport dari Australia, untuk lebih detail baca disini. Fokus penggemukan Doka juga bisa sangat efektif dan efisien atau memiliki keunggulan seperti pada sapi potong bila dilakukan di Indonesia. Limbah daun dari kebun energi bisa jadi pakan yang potensial. 

Selain untuk konsumsi dalam negeri, Doka juga bisa sebagai komoditas export. Untuk keperluan dalam negeri seperti kurban dan aqiqah, pada umumnya menggunakan Doka kecil, yakni dengan berat berkisar 25-35 kg. Sedangkan untuk pasar export kebutuhan Doka biasanya mensyaratkan bobot 35 kg ke atas. Pasar export bisa menjadi segmen tersendiri dan juga pada dasarnya merupakan pilihan peternak itu sendiri. Peternak Doka dari Indonesia juga telah melakukan export Doka ke sejumlah negara antara lain Malaysia, Uni Emirat Arab dan Timor Leste seperti tabel di atas. 

Monday, July 19, 2021

Penggemukan Sapi Potong (Feedlot) Berbasis Kebun Energi

Photo dari sini
Indonesia memiliki keunggulan dalam penggemukan sapi yang dilakukan secara intensif. Sejumlah faktor seperti banyak tersedianya limbah-limbah pertanian, limbah agroindustri, limbah kehutanan dan biaya tenaga kerja murah, mendukung keunggulan tersebut. Selain harga sapi bakalan atau sapi bibit, faktor pakan memang menjadi faktor penentuan selanjutnya. Dengan keunggulan tersebut Indonesia bisa fokus pada penggemukan sapi potong tersebut. Apabila hal ini dilakukan maka bukan tidak mungkin terjadinya swasembada daging atau minimal import daging akan berkurang. Import daging kerbau dari India yang terus meningkat seharusnya bisa secara bertahap dikurangi, seiring dengan kesiapan industri penggemukan sapi potong dalam negeri. Butuh waktu dan upaya tidak sederhana, jelas tetapi harus dilakukan.

Import sapi bakalan dari Australia, photo dari sini
Idealnya memang sapi bakalan atau sapi bibit tersebut diproduksi sendiri di dalam negeri, hal ini karena Indonesia punya potensi akan hal ini berupa potensi area penggembalaan di Indonesia bagian timur dan perkebunan kelapa sawit. Tetapi faktanya hal tersebut pelaksanaannya masih sangat minim atau bahkan yang secara fokus menekuni dalam bidang tersebut belum ada. Berdasarkan sejumlah kajian bahwa pembiakan sapi hanya efektif dan efisien dilakukan di area padang penggembalaan. Hal inilah yang membuat Australia unggul dalam bidang penyediaan sapi bakalan atau sapi bibit tersebut. Tempat yang luas dan waktu lama di padang gembalaan menjadi kendala Indonesia untuk mandiri sapi bakalan. Tujuan export sapi bakalan dari Australia adalah Indonesia dan terutama dipasok dari Australia bagian utara. Jenis rumput yang hidup di Autralia tersebut juga tidak terlalu cocok untuk penggemukan sehingga mengeksportnya salah satu opsi terbaik. Sedangkan penggemukan sapi (feedlot) di Indonesia hanya membutuhkan waktu 100-120 hari dengan penggunaan ruang kandang ukuran terbatas. Populasi sapi di Australia memang cukup besar atau hampir sama dengan jumlah penduduknya atau rasionya 1 orang 1 sapi, sedangkan di Indonesia jauh lebih kecil. Kerjasama penyediaan sapi bakalan dari Australia untuk digemukkan di Indonesia juga sudah berjalan puluhan tahun. Ada upaya untuk mengurangi import sapi bakalan tersebut, tetapi sepertinya masih dibutuhkan waktu cukup lama. 

Pengembangan kebun energi dengan tujuan utama produksi wood pellet atau bahan bakar biomasa, memiliki limbah atau produk samping berupa daun. Daun tersebut sangat bagus untuk pakan sapi tersebut apalagi dengan kandungan protein yang tinggi. Dengan luasan mencapai ribuan bahkan jutaan hektar yang dicanangkan maka produk samping atau limbah daun yang dihasilkan juga akan sangat banyak tentunya. Dengan ini saja jika Indonesia mau fokus pada penggemukan tersebut maka peluang menjadi pemimpin industri penggemukan sapi di Asia bahkan dunia akan semakin besar. Bila hal itu terjadi maka import daging kerbau dari India maupun daging sapi dari Brazil bisa dikurangi bahkan dihentikan sama sekali. Selain itu bahkan ketika produksi dagingnya berlebih maka export daging juga sangat mungkin dilakukan, termasuk dengan pengolahan daging tersebut sehingga memberi nilai tambah lebih besar. 

Tuesday, June 8, 2021

Peluang Export Sumber Protein Pakan Ternak Ke Eropa

Daging dan susu adalah sumber protein bagi manusia yang didapat dari hewan khususnya ruminansia, lalu daging dan telur dari unggas dan daging dari ikan. Ketersediaan protein hewani yang mencukupi sangat dibutuhkan. Defisit protein akan berdampak buruk bagi kesehatan. Industri peternakan sangat berperan penting untuk ketercukupan protein hewani tersebut dewasa ini. Untuk menghasilkan protein hewani berupa daging dan susu tersebut dibutuhkan sumber protein yakni protein nabati dalam sumber pakannya untuk peternakan ruminansia  tersebut. Daun gamal dan kaliandra dari kebun energi adalah sumber protein untuk peternakan ruminansia (domba, kambing dan sapi) tersebut. Semakin berkembangnya kebun energi seharusnya juga mendorong industri peternakan. Hal inilah yang penting untuk dipahami oleh para pembuat kebun energi tersebut.

Belajar dari kondisi   Eropa, menurut studi yang dilakukan oleh FEFAC (European Feed Manufacturers’ Federation) atau himpunan produsen pakan di uni Eropa terjadi kondisi defisit protein di sektor industri pakan di Eropa dan untuk itu mereka membuat sejumlah upaya untuk mendapatkan sumber protein pakan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Defisit adalah kondisi dimana konsumsi atau penggunaan protein untuk pakan tersebut telah melebihi dari produksinya. Hal itu berarti produksi Eropa berupa sumber protein untuk pakan ternak masih jauh dari kebutuhannya sehingga akibatnya import tidak bisa dihindari.  Walaupun menurut estimasi mereka tidak akan mungkin bisa menggantikan 100% dari sumber protein pakan dengan salah satu cara saja, yang selama sebagian besar dari import tetapi mengurangi ketergantungan tersebut dengan produksi secara lokal protein pakan akan sangat membantu. Motivasi lainnya adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber protein dari bahan transgenik (GMO) yakni kedelai.

Upaya mereka yang pertama adalah penggunaan PAP (processed animal protein). Penggunaan PAP memang  nutrisi tinggi, dan sumber PAP untuk pakan tersebut adalah ayam dan babi. Walaupun telah dibuat aturan kalau PAP ayam tidak boleh untuk pakan ayam dan PAP babi tidak boleh untuk pakan babi ditambah alat untuk mendeteksinya tetapi pada prakteknya hal tersebut sulit dilaksanakan. Hal tersebut karena pabrik pakan yang beroperasi pada umumnya pakan multi-purpose sehingga bisa untuk berbagai jenis binatang ternak. Sangat sedikit pabrik pakan yang membuat pakan khusus. Padahal jika terjadi misalnya PAP ayam untuk pakan ayam dan PAP babi untuk pakan babi maka bisa saja terjadi suatu penyakit pada hewan ternak tersebut. Sebuah contoh yakni pada kasus mammalian meat and bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging mamalia untuk pakan ruminansia. Pada tahun 1996 dengan krisis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) karena terkait pemberian pakan berasal dari MBM untuk pakan ruminansia. Daging yang terinfeksi BSE tersebut menyebabkan penyakit Creutzfeldt-Jakob pada manusia sehingga menimbulkan resiko tinggi pada rantai pangan manusia. Setelah wabah itu menyebar selanjutnya penggunaan MBM dalam pakan ternak dilarang. Peraturan tersebut menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada bahan baku import seperti bungkil kedelai (soybean meal) untuk keberlangsungan suplai daging, susu dan telur.

Upaya kedua yakni produksi protein dari peternakan serangga (insect farming). Walaupun bisa dilakukan dan sejumlah spesies serangga juga sudah disetujui tetapi faktanya saat ini masih sangat sedikit peternakan serangga di sana, sehingga masih dibutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan volume yang mencukupi sebagai sumber protein pada pakan ternak. Sumber protein dari serangga ini terutama untuk pakan ikan. Upaya ketiga dari tanaman energi yakni dari pohon rapeseed. Bungkil rapeseed (rapeseed meal) atau sejenis kanola adalah sumber protein nabati selanjutnya. Tetapi ketersediaan bungkil rapeseed tersebut tergantung kebijakan biofuel Eropa. Minyak canola adalah bahan baku biodiesel di Eropa. Kebijakan biofuel Eropa tertuang dalam Renewable Energy Directive 2020-2030 dimana kontribusi biofuel dari tumbuh-tumbuhan untuk target penggunaan pada sektor transportasi maksimal hingga 7%. 

 

Upaya keempat dari sisa industri makanan yakni produk-produk reject dan kadaluwarsa. Sisa industri makanan yang dimaksud adalah dari industri-industri makanan dan bahan pangan, seperti industri biskuit, mie instant, coklat batangan, pasta dan sebagainya. Tetapi yang dimaksud bukan limbah makanan dari restauran, atau katering. EFFPA, the European Former Foodstuff Processing Association mengestimasi bahwa di Uni Eropa sekitar 3,5 juta ton sisa makanan tersebut diolah menjadi pakan ternak setiap tahunnya. Uni Eropa mendorong penggunakan makanan reject dan kadaluwarsa tersebut termasuk menerbitkan panduannya untuk mengurangi limbah makanan untuk menjadi pakan, karena tidak layak dikonsumsi manusia. Sumber protein dari micro algae atau tumbuhan bersel tunggal ini juga sudah pernah mereka bahas, tetapi tidak menjadi prioritas saat ini karena kualitas dan keterbatasan. 

Pentingnya menyadari potensi sekaligus memperbaiki visi untuk optimalisasi kebun energi tersebut. Masalah GMO misalnya, penggunaan daun gamal atau gliricidia bisa sebagai solusinya, untuk lebih detail baca disini. “Kualitas protein” adalah hal penting karena tidak semua protein sama. Beberapa parameter untuk kualitas protein adalah profil asam amino dan ketidakadaan zat anti nutrisi.  Sebagai contoh bungkil kedelai memiliki skor yang tinggi untuk semua parameter kualitas protein termasuk palatability, ketercernaan (digestibility) dan keamanan (safety). Sebuah kasus yang juga bisa sebagai referensi, pada tahun 2007 terjadi penarikan pakan hewan peliharaan karena terkontaminasi melamin dan cyanuric acid (yang tinggi kadar nitrogen dan teridentifikasi sebagai kandungan protein kasar) pada unsur protein yang menyebabkan kegagalan ginjal.  

Penggunaan nitrogen dari bahan kimia diatas juga dilakukan pada produk-produk pertanian juga membuat penarikan produk-produk pertanian dari China yang dilakukan di Afrika Selatan, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan Amerika memerintahkan USDA untuk memeriksa semua produk-produk pertanian dari China. Tahun 2008 dan 2009 China fokus mengeliminasi masalah pemalsuan atau pencampuran tersebut dan efek krisis yang ditimbulkan. Pada tahun 2010 versi revisi tentang peraturan pakan dan aditif pakan dipublikasikan untuk lebih menjamin kualitas dan keamanan (safety). Walaupun China sebagai produsen pakan terbesar di dunia tetapi kebutuhan bahan baku pakan masih mengandalkan import khususnya tepung/bungkil kedelai untuk mendukung kebutuhan pangan berupa daging, susu dan telur untuk sekitar 1,3 milyar penduduknya.

Dari sejumlah upaya Uni Eropa dalam rencana swasembada sumber protein pakan tersebut ternyata sumber protein dari tanaman energi rapeseed ternyata menjadi prioritas Eropa saat ini. Sedangkan dengan kondisi Indonesia yang memiliki tanah luas maka banyak kebun energi yang bisa dibuat bahkan KLHK telah merencanakan 12,7 juta hektar untuk kebun energi sebagai salah satu upaya mendukung program cofiring di PLTU-PLTU di Indonesia lebih detail bisa dibaca disini, sehingga produksi daun sebagai produk samping kebun energi juga akan berlimpah. Produksi daun ini bisa sebagai komoditas export ke Eropa, karena kebutuhannya besar. Produksi pakan ternak di Eropa diperkirakan 160 juta ton per tahun atau 16% dunia dengan jumlah pabrik pakan 5000 unit. Dengan konsumsi protein dalam pakan dikisaran 30% maka kebutuhannya akan mencapai 48 juta ton. Ketika industri pakan dalam negeri belum mampu menyerapnya maka export adalah pilihan terbaik. 

Ruminansia adalah herbivora sehingga pakannya adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, kasus MBM di Eropa bisa menjadi pelajaran mahal bahwa pemberian pakan dari mamalia ternyata malah menimbulkan masalah baru. Apalagi jika kategori makanan tersebut najis, maka binatang ternaknya menjadi binatang jalalah yang dilarang dikonsumsi. Sedangkan kasus pencampuran dengan bahan kimia berbahaya yang terjadi di China dengan  melamin dan cyanuric acid hanya untuk mengelabui kandungan protein sehingga terlihat tinggi juga membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Islam sangat perhatian dalam masalah makanan atau pangan bahkan dalam Al Qur’an surat ‘Abasa : 24 , Allah memerintahkan manusia untuk memperhaikan makanannya. Makanan yang masuk ke perut kita harus halal dan thoyyib (baik). Makanan yang mengandung zat berbahaya yang dapat meracuni tubuh bukanlah makanan yang thoyyib. Dan salah satu akibat dari makanan haram adalah penghalang terkabulnya doa. 

Tuesday, February 16, 2021

Belajar Sejarah Industri Pakan Ternak Dunia

Kemampuan untuk membuat suplai makanan yang stabil dari hewan ternak membuat populasi dunia berkembang, pusat-pusat masyarakat berkembang dan kota-kota bermunculan. Domestikasi tanaman-tanaman liar dan ternak, serta penggunaan irigasi dan alat-alat pengolah tanah membuat populasi semakin berkembang. Ketika populasi manusia semakin bertambah dan masyarakat banyak tinggal di perkotaan, peternakan dan pertanian semakin terorganisir, efisien dan produktif dengan penggunaan teknologi dan berbagai inovasi. Ilmu nutrisi pakan ternak menjadi disiplin ilmu dimulai sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1810 ilmuwan Jerman bernama Albrecht Daniel Thaer mengembangkan standar pakan ternak pertama yakni dengan membandingkan nutrisi berbagai jenis hay. Hal tersebut selanjutnya diikuti sejumlah penemuan terkait nutrisi pakan ternak seperti sistem analisis proksimat, standard pakan berdasar nutrisi yang tercerna,  vitamin dan mineral yang dibutuhkan hewan ternak, hingga pada tahun 1944 L.A.Maynard mempublikasikan tabel kebutuhan nutrisi untuk ternak dan laboratorium peternakan. Tabel kebutuhan nutrisi tersebut selanjutnya menjadi standar dunia untuk formulasi pakan hingga saat ini termasuk diantaranya ternak ruminansia seperti domba, kambing dan sapi. 

Pakan ternak menjadi komoditas perdagangan atau produk komersial dimulai pada awal 1800an ketika alat transportasi dan menggerakkan alat-alat pertanian terutama menggunakan kuda dan keledai. Peternakan dan pemeliharaan kuda menjadi suatu hal yang penting. Tempat-tempat pemberhentian kuda sebagai tempat peristirahatan banyak dibuat di sepanjang jalur perjalanan antar kota sebagai fasilitas umum atau mirip dengan SPBU pada saat ini. Salah satu hal penting di tempat peristirahatan tersebut adalah penyediaan pakan berkualitas bagi kuda-kuda tersebut, seperti hay, biji-bijian dan sebagainya. Hal tersebut bermunculan sejumlah usaha penyedia pakan kuda dan keledai tersebut, dan sejumlah perusahaan pakan yang ada hari ini seperti Cargill, ADM, Purina, dan Ridley bermula dari sini, meskipun saat itu penggunaan formulasi pakan secara ilmiah sangat minim digunakan.

Pemberhentian kuda dan penyediaan pakan di era tahun 1800an

Pabrik-pabrik pakan di Amerika dibangun berdekatan dengan penggilingan biji-bijian, bahkan banyak industri telah bergerak di penggilingan biji-bijian itu juga ikut terlibat dalam industri pakan tersebut. Industri pakan ternak menggunakan produk samping atau limbah dari penggilingan biji-bijian tersebut. Pabrik pakan ternak pertama dibuat dengan menambahkan sejumlah nutrisi pada produk samping tepung terigu. Penggunaan teknologi dan mekanisasi juga semakin banyak untuk mencapai produk pakan dengan kualitas seragam dan proses produksi yang efisien. Pada menjelang tahun 1900 hammer mill pertama kali digunakan diikuti dengan horizontal batch mixer pada tahun 1909. Pada awal abad 20 terlihat banyak kemajuan dari penggunaan teknologi untuk pakan ternak tersebut tetapi kemajuan yang terlihat paling mencolok dan dramatis adalah ketika Purina memperkenalkan pellet pakan pada tahun 1920an. Dengan pelletisasi tersebut bahan brupa serbuk, kurang disukai ternak (unpalatable), kepadatan yang berbeda-beda menjadi lebih mudah digunakan dan meningkatkan keseragaman. Teknik pelletisasi ini kemudian dengan cepat banyak diminati oleh banyak produsen pakan sehingga pada tahun 1930 ada sejumlah pabrik pakan yang spesialis produksi pellet pakan (feed pellet) tersebut. 


Sekitar tahun 1940 dan 1950 formulasi pakan lebih kompleks dengan penambahan vitamin dan mineral. Pada akhir tahun 1950an kemajuan dan spesialisasi terus berlanjut dalam industri pakan tersebut. Selain itu kapasitas produksi juga semakin besar, bahkan pada tahun 1970an kisaran kapasitas pabrik pakan ternak antara 200 - 500 ribu ton per tahun. Sementara itu peternakan-peternakan besar memilih membuat pakan sendiri supaya semakin kompetitif. Penggunaan otomatisasi pada pabrik pakan dimulai tahun 1975 dan terus berevolusi untuk meminimalisir biaya pakan dan memaksimalkan efisiensi proses produksinya. Teknologi berikut perangkat lunak (software) untuk proses produksi terus berkembang antara lain logistik berbagai bahan pakan, karakteristik ukuran, proses pelletisasi, proses extrusi, dan banyak hal lain dalam produksi.

Sedangkan perkembangan industri pakan ternak di Eropa kurang lebih mencontoh pola perkembangan yang ada di Amerika. Pengolahan biji-bijian dan tekologi penggilingan maju secara pesat pada abad ke-19. Dalam upaya mengakselerasi perkembangan industri pakan ternak di Eropa, pada tahun 1959 Belgia, Prancis, Jerman, Italia dan Belanda membentuk European Feed Manufacturers' Federation (FEFAC) sebagai organisasi bagi industri pakan di Eropa. FEFAC ini memiliki misi untuk menyatukan industri pakan dan menjalin komunikasi dan kerjasama di kawasan Eropa. Walaupun cukup sukses dalam upaya tersebut FEFAC mengalami masalah yang cukup menghebohkan yakni pada tahun 1996 dengan krisis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) karena terkait pemberian pakan berasal dari mammalian meat and bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging mamalia untuk pakan ruminansia. Daging yang terinfeksi BSE tersebut menyebabkan penyakit Creutzfeldt-Jakob pada manusia sehingga menimbulkan resiko tinggi pada rantai pangan manusia. Setelah wabah itu menyebar selanjutnya penggunaan MBM dalam pakan ternak dilarang. Peraturan tersebut menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada bahan baku import seperti tepung kedelai (soybean meal) untuk keberlangsungan suplai daging, susu dan telur. Belajar dari hal tersebut FEFAC pada abad 21 ini memiliki fokus berupa inisiatif pada feed and food safety. Organisasi mengambil inisiatif untuk bisa diberlakukan secara global seperti pada 2001 melarang penggunaan MBM, pada 2006 melarang antibiotik pada pakan, perundang-undangan terkait nitrate pada kotoran ternak, dan penggunaan bahan baku transgenik (GMO).   

Brazil adalah negara di Amerika Selatan yang cukup maju pada industri pakan ternak dan saat ini merupakan suplier terbesar ketiga di dunia pakan ternak. Menariknya adalah produksi pakan komersial di Brazil baru banyak dilakukan pada tahun 1960an. Pola perkembangan industri pakan ternak di Brazil menggunakan model yang sama seperti di Amerika dan Eropa, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat pada penggilingan dan pengolahan biji-bijian seperti gandum, dan jagung juga yang pertama terlibat pada industri pakan ternak. Pabrik pakan pertama dari kulit gandum (wheat bran) dibangun pada 1940an. Saat ini di Brazil sebagian industri pakan terintegrasi dengan peternakannya atau sekitar 80% yang berarti industri pembuat pakan juga merupakan industri yang sama dengan peternakan tersebut. Hal yang menarik lainnya adalah Brazil juga menempati peringkat dua dunia untuk industri pakan hewan peliharaan, padahal industri ini hampir tidak ada sebelum tahun 1990an. Brazil memiliki produksi melimpah untuk jagung, kedelai dan komoditas lainnya yang sangat mendukung industri pakan ternak tersebut.

China adalah produsen pakan ternak terbesar di dunia atau mencapai hampir 20% dunia diikuti Amerika Serikat (17,4%) dan Brazil (6,8%). Sejarah industri pakan ternak di China dimulai pada tahun 1930 dengan penggilingan tepung modern pertama berdiri dan diikuti dengan pemanfaatan produk samping penggilingan tersebut untuk pakan ternak. Sedangkan pabrik pakan modern pertama baru berdiri pada tahun 1949. Selanjutnya karena suasana politik tidak menentu dan pertumbuhan ekonomi lambat serta pemerintahan terpusat membuat produksi biji-bijian menurun sehingga sebagian besar untuk konsumsi manusia. Pertumbuhan industri pakan maupun peternakan juga sangat terbatas. Perubahan kondisi politik tahun 1976 membuat industri pakan ternak mulai tumbuh lagi. Pada tahun 1977 diadakan studi banding tentang industri pakan di Prancis, Jepang dan Amerika. Dan pada tahun 1984 draft tentang rencana pengembangan industri pakan telah dipublikasikan dengan sejumlah garis besar tujuan dan strategi-strategi antara tahun 1984-2000. 

Pada tahun yang sama (1984) juga sejumlah kebijakan juga dikeluarkan untuk menunjang perkembangan industri pakan dalam negeri seperti pajak eksport tinggi untuk bahan pakan dan alat-alat penggilingan, bebas pajak hingga 3 tahun bagi pabrik pakan baru dan bahkan tidak ditarik pajak jika pabrik belum menghasilkan keuntungan yang memadai. Standar pakan pertama dikeluarkan pada tahun 1996, tetapi karena interpretasi terhadap standar tidak konsisten membuat hampir 10% dari uji pakan ternak dibawah standar pada 1998. Bahkan pada tahun 2007 terjadi penarikan pakan hewan peliharaan karena terkontaminasi melamin dan cyanuric acid (yang tinggi kadar nitrogen dan teridentifikasi sebagai kandungan protein kasar) pada unsur protein yang menyebabkan kegagalan ginjal.  Penggunaan nitrogen dari bahan kimia diatas juga dilakukan pada produk-produk pertanian juga membuat penarikan produk-produk pertanian dari China yang dilakukan di Afrika Selatan, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan Amerika memerintahkan USDA untuk memeriksa semua produk-produk pertanian dari China. Tahun 2008 dan 2009 China fokus mengeliminasi masalah pemalsuan atau pencampuran tersebut dan efek krisis yang ditimbulkan. Pada tahun 2010 versi revisi tentang peraturan pakan dan aditif pakan dipublikasikan untuk lebih menjamin kualitas dan keamanan (safety). Walaupun China sebagai produsen pakan terbesar di dunia tetapi kebutuhan bahan baku pakan masih mengandalkan import khususnya tepung/bungkil kedelai untuk mendukung kebutuhan pangan berupa daging, susu dan telur untuk sekitar 1,3 milyar penduduknya.

Sumber dan ketersediaan pakan selalu menjadi orientasi utama bagi usaha peternakan. Dari sejarah di atas nampak jelas bahwa peternakan-peternakan besar selalu dibangun berdekatan dengan sumber pakan seperti penggilingan gandum. Peran pemerintah juga sangat penting untuk mendorong usaha tersebut. Mahalnya harga konsentrat produksi pabrik juga bisa menjadi daya dorong tumbuhnya peternakan besar yang berdekatan dengan kebun energi. Unsur protein dalam pakan selain penting dan esensial juga merupakan unsur biaya tertinggi, sedangkan pakan sendiri memegang komponen biaya tertinggi dalam usaha peternakan atau sekitar 70%. Ruminansia adalah herbivora sehingga pakannya adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, kasus MBM di Eropa bisa menjadi pelajaran mahal bahwa pemberian pakan dari mamalia ternyata malah menimbulkan masalah baru. Apalagi jika kategori makanan tersebut najis, maka binatang ternaknya menjadi binatang jalalah yang dilarang dikonsumsi. Sedangkan kasus pencampuran dengan bahan kimia berbahaya yang terjadi di China dengan  melamin dan cyanuric acid hanya untuk mengelabui kandungan protein sehingga terlihat tinggi juga membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. 

Momentum kebun energi atau kebun biomasa bisa menjadi momentum besar untuk tumbuhnya industri peternakan ruminansia asalkan memang dipersiapkan dengan baik. Sumber pakan lainnya bisa didapatkan dari lingkungan sekitar sehingga komposisi pakan komplit (complete feed) bisa terpenuhi. Dedak dan bekatul dari penggilingan padi juga tidak sulit didapatkan di Indonesia karena makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia adalah nasi. Sawah-sawah pertanian padi hampir ada di setiap tempat demikian penggilingan padinya. Sumber lain dari jenis rerumputan seperti rumput gajah,odot, rumput benggala dan sebagainya sebagai sumber serat ataupun limbah-limbah pertanian seperti jerami, daun kacang tanah, daun dan batang jagung dan sebagainya bisa dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat sekitar. Dan ketika produksi pakan telah mencukupi untuk kebutuhan sendiri, kelebihan produksi pakan bisa dijual ke tempat lain.

Wednesday, January 13, 2021

Produksi Pakan Ternak Dunia Sekitar 1 milyar ton/tahun dan Potensi Pellet Pakan Daun Gliricidia

Produksi pakan ternak dunia saat ini diperkirakan mencapai 1 milyar ton per tahun. Sebagai mata rantai pemenuhan kebutuhan pangan manusia khususnya daging, maka produksi pakan ternak sangat penting dan strategis. Negara-negara besar produsen pakan ternak dunia yakni China dengan porsi mencapai 19,6% disusul sejumlah negara yakni Amerika dengan 17,4%, Brazil 6,8% lalu negara-negara seperti Mexico, Spanyol, India, Russia, Jepang dan Jerman juga merupakan produsen-produsen besar pakan ternak. sisanya oleh negara-negara seluruh dunia. Atau dengan gabungan China, Amerika Serikat, Eropa dan Brazil mengambil porsi lebih dari 60% produksi pakan ternak dunia dengan hampir separuh produksi pakan adalah pakan unggas. Diperkirakan ada lebih dari 8.550 pabrik pakan di China dengan produksi 179 juta ton, 6.012 pabrik pakan di Amerika dengan produksi 173 juta ton, 1.556 pabrik pakan di Brazil dengan produksi 68 juta ton. Dengan perkiraan populasi manusia pada tahun 2050 mencapai 9,6 milyar maka diperkirakan kebutuhan pakan menjadi sangat besar. 

Daging adalah sumber protein penting bagi manusia. Tetapi bagi muslim mengkonsumsi daging tidak hanya tergantung pada kadar protein daging tersebut, tetapi jenis hewan ternak, penyembelihan, dan pengolahannya hingga siap dikonsumsi harus sesuai syariat Islam. Binatang ternak yang diharamkan tidak boleh diternakkan apalagi dikonsumsi karena hukumnya haram bagi muslim. Berdasarkan produksi pakan ternak suatu negara juga bisa diketahui jenis binatang ternak dan daging apa yang mereka konsumsi. Sebagai contoh Belanda dengan sekitar 75 pabrik pakan produksi pakan ternak mencapai 12,2 juta ton per tahun, distribusinya 5 juta ton pakan babi, 3,7 juta ton sapi potong dan sapi perah, 3,1 juta ton unggas dan 0,4 juta ton ternak lainnya. Sedangkan Turki tercatat produksi pakan ternak mencapai 10,5 juta ton dengan komposisi 4,2 juta ton pakan sapi perah dan sapi potong, 4,6 juta ton unggas, dan ternak lainnya 1,5 juta ton. Sedangkan secara global komposisinya sebagai berikut produksi pakan unggas diperingkat pertama dengan porsi 45% disusul urutan kedua pakan babi 11%, ketiga ruminansia 10% dan sisanya lain-lain seperti pakan ikan, binatang peliharaan dan kuda. Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam juga sudah  seharusnya memprioritaskan untuk mengembangkan industry pakan ternak  berbasis industri halal sehingga sehingga sejalan dengan syariat Islam. Masalah kehalalan adalah masalah penting dan mendasar bagi muslim untuk urusan pangan. 

 Sumber pakan khususnya ketersediaannya adalah hal vital untuk produksi pakan ternak. Sejumlah negara bahkan harus mengimport berbagai bahan baku untuk pakan ternak tersebut. Bahkan di Eropa dan Amerika sisa makanan juga digunakan untuk sumber bahan baku pakan ternak yang jumlahnya diperkirakan mencapai 60% di Eropa dan 50% di Amerika Serikat. Walaupun produksi pakan ternak dunia mencapai sekitar 1 milyar ton setiap tahun tetapi pada dasarnya produsen pakan besar dunia yang mendominasi produksi tidak banyak. Saat ini diperkirakan ada sekitar 31 ribu pabrik pakan seluruh dunia, dengan distribusi seribu di Afrika, 13 ribu di Asia, 5 ribu di Eropa, 3 ribu di Amerika latin, 6 ribu di Amerika utara dan 288 di Timur Tengah. Charoen Pokphand (CP) perusahaan yang berbasis di Thailand adalah termasuk 10 besar pabrik pakan dunia dengan produksi sekitar 27 juta ton/tahun. Selanjutnya perusahaan berbasis di China New Hope dengan produksi 20 juta ton/tahun, selanjutnya perusahaan Amerika Cargill menempati urutan ketiga dengan 19,2 juta ton, disusul perusahaan Amerika lagi yakni Purina Animal Nutrition dengan 12 juta ton. Perusahaan-perusahaan besar lainnya, BRF (Brazil) 11 juta ton/tahun, Tyson Foods (USA) 10,3 juta ton/tahun, COFCO (China) 8,3 juta ton/tahun, Ja Zen-Noh (Japan) 7,5 juta ton/tahun, Shaungbaotai Group (China) 6,6 juta ton/tahun, dan Wen’s Food group (China) 6,5 juta ton/tahun.

Era bioeconomy yang semakin dekat dan terlihat semakin mendorong penggunaan material terbarukan untuk berbagai aktivitas manusia seperti energi, kemasan, pakaian dan sebagainya. Tuntutan untuk keberlanjutan (sustainibility) menjadi kewajiban untuk berbagai industri pada era ini, termasuk industri pakan ternak. Sejumlah lokasi di Indonesia telah membuat dan mencanangkan kebun energi untuk menyongsong dan sejalan dengan era bioeconomy tersebut. Kebun energi atau kebun biomasa dengan fokus utama pemanfaatan kayu, tetapi belum memanfaatkan potensi daun, sebagai produk samping kebun tersebut. Gliricidia adalah species tanaman yang banyak digunakan karena merupakan tanaman rotasi cepat dan trubusan sehingga selain waktu panen cepat juga tidak perlu menanam kembali (replanting) sampai waktu tertentu. Daun gliricidia memiliki nutrisi tinggi, tidak kalah kandungan proteinnya dengan bungkil sawit, bungkil kacang hijau dan sebagainya, sehingga potensial untuk produksi pakan ternak, khususnya pellet pakan. Sejumlah penelitian menyebutkan penggunaan daun gliricidia sebagai pakan ternak adalah untuk ruminansia atau ikan, tetapi tidak sesuai untuk jenis unggas.

 Ketersediaan pakan aman, berkualitas dan harga terjangkau akan mendorong usaha peternakan yang intensif. Saat ini masih banyak kita temui sejumlah hewan ternak yang diberi pakan berupa sampah kota di lokasi-lokasi pembuangan sampah yang tentu saja hasil daging yang dihasilkan tidak layak untuk konsumsi manusia. Pabrik pakan tersebut juga secara tidak langsung juga mendorong peningkatan kualitas pangan dari daging, dan susu yang dihasilkan dari usaha peternakan. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar kebun gliricidia yang dibuat akan menghasilkan limbah daun berlimpah yang bisa digunakan untuk bahan baku pellet pakan tersebut. Tipikal kapasitas pabrik pakan juga sebanding dengan kapasitas peternakan atau konsumennya dan juga ketersediaan bahan baku, sebagai contoh di Turki sekitar 60% pabrik pakan dengan kapasitas kurang dari 10 ton/jam, sekitar 25% kapasitas 11-20 ton/jam dan sisanya dengan kapasitas lebih dari 20 ton/jam. Pada akhirnya diharapkan dengan majunya peternakan maka semakin mudah dan terjangkau mendapatkan daging halal, meningkat kualitas pangan dan bisa dikurangi bahkan dihilangkan peredaran daging haram di pasaran. 



Export Domba dan Pellet Pakan Ternak ke Aljazair

  Aljazair mencanangkan import domba hingga 1 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha. Hal ini karena kebutuhan dalam negeri yang bes...