Saturday, December 24, 2022

Memilih Spesies Domba Untuk Peternakan

Secara umum ada dua tipe ideal domba yakni domba tipe pedaging dan domba tipe wol. Tipe domba wol saat ini belum diminati oleh peternak di Indonesia. Hal tersebut mungkin karena produksi daging masih menjadi prioritas utama dan dengan iklim tropis Indonesia kurang sesuai untuk pemakaian wol. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemilihan domba pedaging lebih cocok untuk kondisi Indonesia. Apalagi ditambah dengan kebutuhan daging di Indonesia yang belum terpenuhi. Permintaan daging domba untuk aqiqah dan warung/resto sate, masih banyak belum terpenuhi. Ditambah lagi kebutuhan untuk Idul Adha yang dirayakan umat Islam setiap tahunnya yang bisa melonjak dua kali lipat. Kebutuhan eksport juga tidak kalah besar, bahkan mencapai jutaan ekor setiap tahunnya, seperti pada musim haji untuk dam diperkirakan kebutuhannya mencapai 2 juta ekor. 

Domba Southdown
Domba tipe pedaging atau potong memiliki ciri-ciri sebagai berikut : bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, serta garis punggung dan pinggang lurus. Selain itu juga memiliki kaki pendek dan seluruh tubuh berurat daging yang padat. Beberapa domba yang termasuk tipe pedaging antara lain Southdown, Hampshire dan Oxford. Domba asli Indonesia belum dapat dikelompokkan ke salah satu tipe ideal dari kedua tipe diatas. Walaupun demikian, domba-domba di Indonesia umumnya mengarah ke tipe potong atau pedaging. Beberapa domba yang dianggap asli Indonesia karena sudah lama dibudidayakan di Indonesia, yakni domba ekor tipis (DET), domba ekor gemuk (DEG), domba Garut, domba Wonosobo (dombos) dan domba Batur.

Domba Dorper
Perbaikan mutu genetik untuk meningkatkan produktivitas ternak juga banyak dilakukan melalui persilangan (kawin silang), misalnya domba Suffmer hasil persilangan domba Merino dan domba Suffolk, lalu domba St Croix hasil persilangan domba Afrika Barat dengan domba lokal di kepulauan Virginia di Amerika Serikat, lalu domba Katahdin hasil persilangan 3 jenis domba yakni domba St. Croix dengan domba Suffolk dan domba Shire. Dan domba Dorper yang populer saat ini di Indonesia adalah persilangan domba Black Head Persia dengan domba Dorset Horn.  

Domba dan kambing walaupun mirip sebenarnya (speciesnya) berbeda. Sejumlah daerah di Indonesia memiliki menu favorit dari domba sedangkan daerah lainnya kambing. Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah yang memiliki menu favorit daging domba, dan banyak sekali dijumpai warung atau restoran masakan domba tersebut khususnya sate. Uniknya di Yogyakarta walaupun nama warungnya bertuliskan sate kambing tetapi faktanya yang disembelih atau digunakan adalah domba. Sedangkan daerah-daerah yang mengembangkan peterakan sapi Bali, maka domba tidak bisa dipelihara atau dilarang diternakkan karena khawatir terjadinya penyakit Jembrana. Daerah seperti provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur adalah contoh daerah yang melarang peternakan domba karena mengembangkan sapi Bali. 

Peternakan domba besar-besaran telah banyak dilakukan di Eropa dan seharusnya hal tersebut juga bisa dilakukan juga di Indonesia. Integrasi peternakan domba dengan kebun energi adalah cara jitu untuk membuat peternakan domba besar-besaran tersebut. Kayu dari kebun energi akan menjadi produk wood pellet dengan orientasi export. Menurut data Hawkins Wright, dari 2020-’21, permintaan wood pellet untuk industri global tumbuh sebesar 18,4%, dengan produksi hanya tumbuh 8,4%, apalagi saat ini dengan menghilangnya Rusia  yang volumenya mencapai hampir 3 juta ton, lebih detail bisa dibaca disini. Sedangkan daunnya digunakan untuk pakan ternak khususnya peternakan domba tersebut atau bisa juga diolah menjadi produk pakan ternak seperti pellet pakan. Dengan populasi global diprediksi akan mencapai 9 milyar manusia pada 2050, kebutuhan pangan khususnya protein seperti daging juga meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk tersebut. Peternakan domba maupun produksi pakan ternaknya sangat penting sebagai bagian pemenuhan pangan tersebut khususnya protein, untuk lebih detail bisa dibaca disini

Friday, December 16, 2022

Produksi Briket / Pellet Kotoran Sapi Sebagai Bahan Bakar dan Bioekonomi

Penggunaan energi terbarukan semakin meningkat seiring kesadaran global masalah lingkungan dan iklim. Bahan-bahan yang dulu dianggap limbah dan mencemari lingkungan, saat ini dengan konsep zero waste dan circular economy telah banyak diubah menjadi energi alternatif atau energi terbarukan. Industri-industri besar seperti pembangkit listrik, industri semen dan sebagainya telah mulai menggunakan energi terbarukan tersebut dalam rangka program penurunan emisi CO2 atau dekarbonisasi. Program dekarbonisasi ini semakin populer dan diaplikasikan pada berbagai lini kehidupan.

Sebagai contoh riil adalah industri semen di UAE yakni Gulf Cement Co, yang menggunakan energi terbarukan dari kotoran unta. Dari hasil ujicoba operasional didapat bahwa setiap 2 ton kotoran unta bisa menggantikan 1 ton batubara. Penggunaan kotoran hewan sebagai bahan bakar sebenarnya bukan hal yang baru bagi mereka, dari cerita nenek moyang kotoran sapi telah digunakan sebagai pemanas atau bahan bakar, tetapi untuk kotoran unta banyak yang belum terpikirkan. Gulf Cement Co saat ini menggunakan 50 ton/hari kotoran unta sebagai bahan bakar. UAE memiliki populasi unta sekitar 9000 ekor untuk produksi susu, balap dan kontes kecantikan. Setiap unta menghasilkan kotoran 8 kg/hari, lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Melalui program pemerintah para peternak unta mengumpulkan kotoran-kotoran unta tersebut di tempat-tempat pengumpulan. 

Kotoran sapi juga telah digunakan sebagai sumber energi dari Amerika Serikat, Zimbabwe sampai ke China. Di Indonesia hal tersebut juga seharusnya bisa dilakukan. Dengan setiap ekor sapi menghasilkan kotoran rata-rata 15 kg per hari (hampir 2 kalinya unta), maka hal itu sama seperti kondisi di UAE di atas, volume kotorannya lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Berlebihnya kotoran tersebut menjadi masalah lingkungan bahkan harus dibuang ke sungai dan sebagainya. Ratusan ton setiap hari kotoran sapi tersebut yang belum termanfaatkan di sejumlah daerah di Indonesia, padahal kotoran tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar terutama diolah menjadi briket atau pellet (terlebih dahulu dikeringkan). Pemadatan kotoran sapi menjadi briket atau pellet tersebut selain bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan bentuk yang seragam, padat, memudahkan penyimpanan dan pemakaian, juga menghemat biaya transportasi. Dan untuk memenuhi kebutuhan bahan pabrik semen dibutuhkan seperti briket / pellet kotoran sapi dalam jumlah besar, sehingga dibutuhkan alat produksi kapasitas besar yang bekerja kotinyu. Diperkirakan kebutuhan pellet atau briket tersebut ribuan hingga puluhan ribu ton setiap bulannya. 

Di pabrik semen ada 2 tempat yg membutuhkan energi panas : 1. calciner (tempat terjadi proses kalsinasi), 2. Rotary kiln (jantungnya pabrik semen, tempat pembuatan clinker). Energi terbarukan seperti briket atau pellet kotoran sapi, biasanya akan digunakan pada calciner dengan feeding point tersendiri. Sedangkan pada rotary kiln yang membutuhkan panas lebih tinggi saat ini umumnya pabrik semen masih menggunakan bahan bakar fossil. Penggunaan secara bertahap energi terbarukan akan mengurangi pencemaran lingkungan dan mengakselerasi program global dekarbonisasi. Pabrik semen sendiri bisa dikatakan sebagai industri yang mengolah dan memusnahkan limbah. Hal tersebut karena pabrik semen bisa mengolah limbah seperti slag dan fly ash sebagai bahan additif semen yang diproduksi - lebih detail bisa dibaca disini dan juga memusnahkan limbah yakni seperti penggunaan limbah kotoran sapi sebagai bahan bakar tersebut.     

Reklamasi Bentuk Lain - Kebun Energi untuk Produksi Wood Pellet dan Integrated Farming

  Reklamasi pasca tambang merupakan kewajiban perusahaan pertambangan / pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) sehingga mereka harus menyi...