Saturday, April 23, 2022

Beternak Domba Kambing atau Beternak Jangkrik ?

Menurut PBB populasi global diprediksi akan mencapai 9 milyar manusia pada 2050. Sektor pangan mencari solusi untuk defisit protein karena permintaan protein perkapita dan pertumbuhan populasi. Serangga adalah sumber protein yang dipromosikan baik pakan dan pangan. Sembilan milyar orang yang diprediksi tinggal di planet bumi tahun 2050 tersebut, butuh tambahan protein 250 juta ton per tahun atau naik 50% dibandingkan hari ini. Dan menurut FAO, jangkrik butuh pakan 6 kali lebih sedikit daripada sapi, empat kali lebih sedikit daripada domba, dan dua kali lebih sedikit dari babi dan ayam broiler untuk menghasilkan jumlah protein yang sama. Sejumlah perusahaan peternakan serangga telah bermunculan khususnya di Eropa untuk produksi protein dari serangga tersebut, bahkan telah ada organisasinya yang khusus dibentuk untuk hal tersebut yakni IPIFF (International Platform of Insects for Food and Feed). Sekitar sepertiga produksi serangga tersebut ternyata untuk pangan dan dua-pertiga untuk sumber protein pakan. Akankah kita muslim akan beternak serangga daripada domba untuk sumber protein ? Sebagai muslim, sebaiknya kita tidak perlu ikut makan jangkrik untuk mendapat asupan protein seperti yang banyak dipromosikan di barat tersebut. Jenis serangga yang diijinkan untuk dikembangbiakkan oleh komisi Eropa untuk maksud tersebut meliputi hanya 7 spesies serangga yakni 3 jenis jangkrik, 2 jenis ulat dan 2 jenis lalat. Kita pilih yang halalan thayiban yakni daging kambing dan domba.

Konsumsi daging domba kambing perkapita di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 1 kg setiap tahunnya dan ini bisa jadi hanya saat Idul Adha atau hari raya Idul Qurban saja. Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan sehingga konsumsinya perlu ditingkatkan. Padahal daging kambing domba ini adalah daging terbaik dan Rasulullah Muhammad SAW menyukainya. Protein adalah salah satu unsur penting bagi pangan manusia dan lebih spesifik daging domba kambing sebagai sumber protein memiliki keunggulan tersendiri, untuk lebih detail baca disini.  Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan umatnya untuk memelihara kambing domba ini karena adanya keberkahan. Domba kambing ini sangat terkait dengan praktek ibadah umat Islam yakni aqiqah dan qurban yang merupakan bagian dari syari'at Islam sampai hari kiamat, sehingga beternak domba kambing juga memiliki banyak keutamaan.

“ Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian kambing kerana di dalamnya terdapat barakah.” [HR Ahmad] 

“Tidaklah seorang Nabi diutus melainkan ia menggembala kambing. Para sahabat bertanya, apakah engkau juga?”. Beliau menjawab, “iya, dahulu aku menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.”[HR. Al Bukhari, no. 2262] 

Abu Hurairah r.a. berkata: “Suatu ketika dihidangkan ke hadapan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam semangkuk bubur dan daging. Maka beliau mengambil bahagian lengan (dari daging tersebut), dan bahagian itulah yang paling disenangi oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.” (HR. Muslim) 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disuguhi daging. Bagian kaki (dari daging itu atau paha) diberikan kepada Beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukainya, maka beliau menggigit daging itu.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Dengan semakin berkembangnya kebun energi atau kebun legum maka peternakan domba kambing bisa semakin digalakkan. Masalah utama berupa ketersediaan pakan dan lebih khusus lagi sumber protein pakan menjadi mudah diatasi. Dengan demikian peternakan kapasitas besar juga sangat mungkin dikembangkan, karena juga kebutuhan daging domba-kambing ini juga sangat besar. Selain itu area perkebunan sawit Indonesia yang mencapai 15 juta hektar juga potensial untuk peternakan khususnya domba, untuk lebih detail baca disini. Dari sini bisa disimpulkan untuk antisipasi pertambahan penduduk tersebut umat Islam seharusnya bersungguh-sungguh dengan peternakan domba-kambing tersebut.

Tuesday, February 8, 2022

Dikotomi Kebun Energi dan Kebun Legum

Ada dikotomi antara teman-teman di peternakan dan kehutanan saat ini tentang tanaman-tanaman legum tersebut. Dari peternakan melihatnya pada daun sebagai sumber protein nabati pakan dan dari kehutanan melihat pada kayu sebagai sumber kayu yang mudah dibudidayakan dengan produktivitas tinggi. Di sektor kehutanan kayu tersebut biasanya sebagai sumber energi terbarukan seperti wood chip, wood pellet, wood briquette atau briket arang. Kehutanan menanam ribuan hektar legum tersebut seperti gliricidia/gamal dengan orientasi kayu sedangkan daun dianggap produk samping atau limbah dari sisi perkebunan mereka. Dengan memanfaatkan kayu dan daun tersebut artinya keluar dari dikotomi tersebut, membuat paradigma baru dan bisa mengatasi masalah pangan dan energi atau mengoptimalkan kebun legum atau kebun energi (whole tree utilization) ribuan hektar tersebut.


Selain berfungsi sebagai kebun legum untuk pakan ternak khususnya ruminansia (domba, kambing, sapi, kerbau), maupun bahan bakar biomasa seperti di atas, kebun yang sama juga bisa sebagai bahan baku papan sintetis (synthetic fiber board), untuk lebih detail silahkan baca disini. Sementara seiring era bioekonomi yang semakin dekat, maka kebutuhan bioenergy khususnya wood pellet semakin meningkat, kebutuhan pakan ternak khususnya ruminansia yang merupakan bagian mata rantai kebutuhan pangan manusia juga semakin meningkat dan juga memang pertumbuhan penduduk bumi juga semakin meningkat, dan kebutuhan biomaterial seperti papan sintetis juga meningkat, maka pembuatan kebun energi atau kebun legum atau kebun biomasa tersebut sangat penting, strategis dan multimanfaat. Berdasarkan kondisi tersebut bukan tidak mungkin jika dalam waktu tidak lama lagi kebun tersebut akan menjadi trend nasional bahkan global. 

Sunday, February 6, 2022

Breeding Domba dengan Penggembalaan Rotasi

Upaya untuk mencapai swasembada daging khususnya lagi bagi umat Islam untuk penguatan aqidah dengan ibadah qurban dan aqiqah masih banyak terkendala. Kendala utamanya jumlah domba bakalan atau domba bibit yang sulit didapat karena banyaknya betina produktif yang disembelih atau dipotong baik untuk aqiqah maupun konsumsi sehari-hari. Umat Islam penting dan wajib hukumnya  (fardhu kifayah) atau sebagai kewajiban kolektif untuk beternak domba tersebut untuk mencapai tujuan di atas. Jangan sampai umat Islam tidak bisa melakukan ibadah-ibadah tersebut karena terkendala tidak adanya hewan ternak tersebut khususnya domba. Tentu juga tidak elok jika karena enggan beternak domba umat Islam nantinya harus membeli domba dari orang non-muslim, padahal jumlahnya di Indonesia mayoritas dan juga terbesar di dunia.

Ada dua hal setidaknya untuk mengatasi masalah keberlanjutan suplai domba tersebut yakni, pertama dengan perangkat peraturan untuk memberi sangsi tegas dan memberi efek jera bagi siapa saja yang terbukti menyembelih betina produktif, dan yang kedua dengan menngenjot produksi domba bakalan atau domba bibit tersebut sebanyak mungkin sehingga bisa mengimbangi laju domba betina produktif yang dipotong tersebut. Pada poin pertama walaupun sudah ada peraturannya tetapi faktanya sulit dilaksanakan karena pemerintah kurang tegas dan sangsi ringan. Sedangkan pada poin kedua hal tersebut bisa dilakukan oleh siapa saja, sehingga tampaknya poin kedua lebih mudah dilakukan. 

Lokasi peternakan domba bisa dilakukan dimana saja baik di desa, lereng gunung, pinggir hutan bahkan di perkotaan. Model-model peternakan tersebut menyesuaikan dengan karakteristik lokasinya terutama terkait sumber pakannya. Sebagai contoh di perkotaan dengan lahan terbatas kandangnya bahkan harus ditingkat dengan sumber pakan terutama dari limbah-limbah industri pangan. Pada industri pangan produk utamanya untuk makanan manusia dan produk samping atau limbahnya untuk pakan ternak seperti pabrik tempe dan tahu, pabrik mie, pabrik biskuit dan sebagainya. Sedangkan di daerah pedesaan dengan lahan luas maka penggembalaan juga sangat mungkin dilakukan. Penggembalaan akan menghemat biaya pakan dan sangat cocok untuk produksi domba bakalan atau breeding. Sedangkan penggembalaan rotasi adalah teknik penggembalaan lebih baik sehingga efisiensi dan performa peternakan tersebut lebih baik. Bahkan pada lahan yang dekat dengan kebun energi selain dengan penggembalaan dengan melimpahnya sumber pakan maka pabrik pakan juga bisa dibuat di lokasi tersebut. Dan pada dasarnya semakin banyak model dengan berbagai variasinya maka akan semakin banyak daerah di Indonesia yang bisa digarap untuk swasembada daging tersebut. 

Pada penggembalaan rotasi (rotation grazing) ini area penggembalaan akan dibagi menjadi kamar-kamar (paddock). Dan pada dasarnya semakin banyak paddock akan semakin baik karena padang gembalaan bisa termanfaatkan untuk sumber pakan hewan ternak secara maksimal. Pada umumnya untuk memulainya bisa dengan 5 hingga 10 paddock dengan setiap paddock untuk penggembalaan 3 hingga 7 hari selanjutnya diistirahatkan 25-30 hari. Dari hampir semua praktek penggembalaan rotasi, jumlah 4 paddock adalah jumlah paling minimum apabila hendak memulainya. Bentuk bujur sangkar adalah bentuk terbaik untuk paddock tersebut, sehingga semaksimal mungkin diusahakan mendekati bentuk tersebut. Bentuk paddock kecil memanjang maupun lingkaran kurang baik karena lebih sulit untuk mencapai hasil pemanfaatan rumput yang merata oleh hewan ternak. 



Dengan semakin menggenjot dan memperbanyak sentra-sentra produksinya maka kendala domba bakalan atau domba bibit akan bisa teratasi. Tentu ini butuh waktu dan usaha terus menerus. Lahan-lahan tidur, marginal dan kritis yang jumlahnya jutaan hektar bisa diupayakan menjadi area peternakan tersebut. Motivasi ilahiah untuk memperkuat aqidah dan bagian menegakkan syariat Islam akan terus memotivasi umat Islam beternak domba ini, disamping memenuhi kebutuhan protein sehari-hari berupa daging. Pergeseran kuliner masyarakat dari konsumsi protein daging ayam selanjutnya ke daging bebek dan saat ini daging domba semakin banyak di konsumsi. Industri halal seharusnya juga semakin berkembang dengan pelaku usaha umat Islam itu sendiri.  

Sunday, January 2, 2022

Produksi Papan Tiruan*, Peternakan Ruminansia dan Industri Pakan Ternak dari Kebun Biomasa

Papan tiruan seperti papan laminasi, papan partikel, papan serat dan papan semen bisa dibuat dari kayu kebun biomasa. Selain kayu tersebut berukuran kecil, juga kualitasnya rendah yang saat ini belum memiliki nilai pemanfaatan yang memadai. Hutan atau kebun tanaman biomasa bisa digunakan untuk bahan baku papn tiruan tersebut. Dengan tanaman rotasi cepat dengan trubusan (short rotation coppice) dan jenis tanaman tumbuh cepat (fast growing species) seperti kaliandra dan gamal / gliricidia sangat potensial sebagai bahan baku papan tiruan tersebut. Produksi papan tiruan ini juga menggunakan jenis bahan baku yang sama dengan wood pellet yakni limbah-limbah kayu atau kayu-kayu seharga kayu limbah. Kayu produksi dari kebun biomasa ini masuk kelompok yang kedua yakni kayu-kayu seharga kayu limbah. Bahkan dilain sisi industri pengolahan kayu besar yang menghasilkan banyak limbah kayu tidak sedikit yang mengolah limbahnya tersebut untuk produksi wood pellet dan papan tiruan tersebut. 

Tetapi akan lebih baik apabila produksi sumber bahan baku untuk papan tiruan tersebut berasal dari hutan atau kebun tanaman biomasa sehingga tidak hanya kayu bahan baku untuk papan tiruan tersebut tetapi juga daun dan bunganya juga dimanfaatkan. Daun tersebut selanjutnya bisa sebagai pakan ternak ruminasia dan bahkan produksi pakan ternak tersebut sebagai industri tersendiri. Sedangkan bunga dari kebun tersebut bisa digunakan untuk peternakan lebah madu. Pada usaha peternakan khususnya ruminansia, pakan merupakan komponen biaya tertinggi  yang diperkirakan mencapai 80% lebih. Hutan atau kebun tanaman biomasa tersebut yang luasnya mencapai ribuan hektar dan mampu sebagai sumber pakan utama peternakan ruminansia besar. Bahkan apabila terjadi surplus yang besar maka industri pakan ternak juga perlu dibuat berdiri sendiri.

Pakan ternak dalam bentuk hay dan pellet cocok untuk penggunaan jarak jauh karena biaya transportasi akan murah. Pada dasarnya juga seluruh bagian dari pohon tersebut bisa dimanfaatkan sehingga memberikan keuntungan yang optimal. Untuk menjaga keberlanjutan hutan atau kebun tanaman biomasa tersebut maka juga perlu pengelolaan yang baik sehingga bahkan perfoma produktivitas hutan atau kebun biomasa tersebut bisa terjaga. Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat maka kebutuhan untuk perumahan maupun sarana kehidupan lain juga meningkat demikian juga pangan. Hutan atau kebun tanaman biomasa tersebut bisa membantu mengatasi kedua masalah tersebut. 

*Papan tiruan yang dimaksud adalah papan laminasi, papan partikel, papan serat dan papan semen. Sedangkan kayu lapis (plywood) tidak termasuk di dalamnya, walaupun plywood termasuk pula jenis papan tiruan. Produksi plywood dari lembaran veener yang berasal dari kayu diameter besar, tidak seperti kebun biomasa ini.   

Tuesday, November 23, 2021

Urgensi Produksi  Hay 

Kalau di negara empat musim pada musim dingin tanaman pertumbuhannya sangat lambat bahkan berhenti tumbuh sehingga hay digunakan sebagai tambahannya, sedangkan di Indonesia pada musim kemarau rerumputan juga hijauan terbatas sehingga untuk mempertahankan performa peternakan seharusnya pakan tambahan seperti hay ini digunakan. Dengan dibuat hay, pakan ternak menjadi tahan lama sehingga bisa untuk sumber pakan ketika pasokan berkurang. Dengan kondisi kering dan dipadatkan maka hay menjadi mudah disimpan dan penggunaannya. Pada peternakan yang berorientasi pada perkembangbiakkan (breeding) kualitas pakan biasanya tidak sebagus pada peternakan yang berorientasi pada penggemukan (fattening). Durasi breeding yang lebih lama daripada fattening adalah salah satu pertimbangan tersebut, karena pakan menjadi komponen biaya tertinggi pada usaha peternakan.

Karena berbagai faktor seperti karena kondisi geografi dan tenaga kerja, sejumlah negara bahkan harus mengimport pakan ternak khususnya hay tersebut. Amerika Serikat misalnya mengeksport tidak kurang 700.000 ton hay setiap tahunnya ke Jepang, Taiwan dan Korea. Daun leguminoceae seperti indigofera, kaliandra dan gliricidia / gamal adalah sumber pakan ternak ruminansia sangat potensial untuk produksi hay tersebut. Selain bisa ditanam khusus untuk produksi hay tersebut leguminoceae tersebut juga bisa sebagai tanaman kebun energi atau kebun biomasa. Integrasi kebun energi atau kebun biomasa tersebut dengan usaha peternakan khususnya produksi pakan ternak dalam bentuk produk hay adalah kombinasi yang sangat menarik.  

Selain untuk pasar export, pasar dalam negeri atau lokal juga tidak kalah menarik. Daerah-daerah dengan tanah yang luas bisa sebagai sentra-sentra produksi hay tersebut selanjutnya didistribusikan ke sejumlah sentra peternakan ruminansia. Hay dengan kondisi kering dan dipadatkan (densified) sehingga mudah didistribusikan bahkan dalam jarak jauh sekalipun. Hal ini berbeda dengan silase yang kondisinya basah sehingga tidak bisa dipadatkan seperti hay tersebut. Dengan terpenuhinya pakan maka performa usaha peternakan ruminansia bisa terjaga. Pada kebun energi atau kebun biomasa, kayu bisa diolah menjadi produk energi seperti wood chip, wood pellet, wood briquette maupun sawdust charcoal briquette, atau pun produk non-energi seperti particle board. Itu berarti seluruh bagian pohon tersebut bisa dimanfaatkan.

Saturday, August 28, 2021

Pemanfaatan Lahan  Marginal dan Bekas Tambang Batubara untuk Peternakan Ruminansia dan Produksi Briket Arang 

Photo dari sini
Luasnya lahan marjinal termasuk lahan kritis dan lahan tidur yang mencapai lebih dari 6 juta hektar serta lahan bekas tambang batubara yang diperkirakan mencapai 8 juta hektar adalah masalah lingkungan yang harus diatasi. Membuat lahan-lahan tersebut kembali menjadi lahan produktif sehingga selain mencegah bencana lingkungan lebih besar juga memberi manfaat lain bagi kehidupan manusia. Salah satu solusi untuk masalah tersebut adalah menanami lahan tersebut dengan tanaman perintis kelompok leguminoceae atau polong-polongan yang akarnya kuat mencengkeram tanah dan bersimbiosis dengan azetobacter sehingga menyuburkan tanah tersebut seperti kaliandra dan gamal (gliricidia) juga daunnya sebagai sumber pakan ternak, bunganya untuk produksi madu dan kayunya untuk produksi briket arang. Atau dengan kata lain pembuatan kebun tersebut selain memiliki manfaat lingkungan sebagai upaya untuk konservasi dan reklamasi lahan berikut konservasi air juga tentunya, juga memberi manfaat untuk peternakan ruminansia atau produksi pakan ternak tersebut dan produksi briket arang. Peternakan ruminansia yakni domba, kambing dan sapi sangat cocok dikembangkan dengan pemanfaatan daun perkebunan tersebut. Kombinasi dengan briket arang yakni dengan pemanfaatan kayu tersebut adalah paduan atau integrasi ideal. Di sejumlah negara briket arang tersebut digunakan untuk bahan bakar memanggang BBQ dari daging domba, kambing dan sapi tersebut. Jadi selain seluruh bagian pohon bisa termanfaatkan juga bahkan produk akhir peternakan berupa daging dan pengolahan kayunya sehingga menjadi briket arang juga bertemu lagi. Paduan atau integrasi yang menarik dan unik.

Kebutuhan daging merah yakni domba, kambing dan sapi di dalam negeri sendiri masih kekurangan sehingga membutuhkan suplai yang mencukupi. Pada daging kambing dan domba kebutuhan untuk daerah Jabodetabek saja masih belum terpenuhi, sehingga disuplai secara bergantian dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung secara bergantian. Selain itu menurut Aspaqin (Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia) telah terjadi ketimpangan suplai domba dan kambing akibat banyaknya domba dan kambing betina produktif yang dipotong atau disembelih. Kondisi ini menyebabkan keberlanjutan pasokan domba dan kambing itu sendiri menjadi terganggu. Menurut data Aspaqin (Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia) yang dihimpunnya bahwa telah terjadi penyembelihan betina sebanyak 63% dari anggotanya dari total 331.693 ekor yang disembelih. Tentu saja masih banyak yang tidak terdata karena masih banyak pengusaha aqiqah yang tidak menjadi anggota Aspaqin tersebut. Selain itu juga banyak warung-warung makan masakan kambing seperti warung-warung sate yang masih menyembelih domba dan kambing betina produktif. Upaya edukasi dan sosialisasi terus diupayakan Aspaqin untuk memperbaiki kondisi tersebut termasuk usulan untuk memberikan punishment terhadap penyembelihan betina produktif tersebut. 

Sedangkan di sektor sapi potong, Indonesia memiliki keunggulan pada penggemukan sapi (feedlot) tersebut. Dengan tersedianya banyak limbah-limbah pertanian dan limbah agroindustri di Indonesia membuat usaha tersebut sangat kompetitif bahkan Indonesia terbaik. Apalagi ini dengan membuat suatu perkebunan yang dirancang secara khusus untuk sumber pakan tersebut dengan memanfaatkan lahan yang bisa dikatakan tidak produktif pada awalnya. Dengan hanya membutuhkan waktu hanya sekitar 100-120 hari penggemukan tersebut berhasil atau selesai dilakukan walaupun umumnya sapi bibit atau sapi bakalan umumnya masih import dari Australia. Australia khususnya Australia bagian utara adalah sentra sapi bakalan tersebut. Dengan luasnya padang penggembalaan disana membuat biaya produksi sapi bakalan tersebut sangat kompetitif dan belum bisa dilakukan di Indonesia dengan baik. Walaupun sejumlah wacana untuk melakukan produksi sapi bakalan di Indonesia bagian timur dan perkebunan sawit tetapi faktanya masih belum atau masih sangat minim. Selain itu menurut Gapuspindo (Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia) kebutuhan daging sapi dalam negeri juga belum terpenuhi atau masih kekurangan sekitar 60% dan kekurangan ini diisi dengan import daging kerbau dari India. Daging kerbau dari India tersebut sebenarnya harus dijual lebih murah dari daging sapi, tetapi faktanya malah sama dengan daging sapi. Kondisi tersebut semakin buruk terutama pada masa menjelang hari raya Idul Fitri dengan banyaknya daging haram yang beredar seperti daging babi hutan. 


Briket arang adalah produk pengolahan kayu dari kebun tersebut. Produksi briket arang yang menggunakan bahan baku kayu tersebut juga harus dikelola dengan baik sehingga bisa terus berkelanjutan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah panen kayu untuk produksi briket arang tersebut jangan sampai melebihi produksi kayu dari kebun itu sendiri, misalnya kebutuhan kayu untuk produksi briket tersebut 1000 ton/bulan maka kecepatan produksi kayu dari kebun tersebut minimal sama dengan kayu yang dipanen setiap bulan tersebut. Teknik produksi briket arang juga tersedia 2 opsi atau rute seperti skema dibawah ini. Tetapi rute 1 yakni pembriketan sebelum karbonisasi, lebih banyak diminati karena kualitas briket yang dihasilkan lebih baik. Pada rute tersebut bahan baku biomasa kayu yang telah dikecilkan ukurannya (down sizing) sehingga ukuran partikelnya sesuai untuk produksi briket tersebut dan juga tingkat kekeringannya juga sudah disesuaikan lalu dibriket atau di press dalam mesin briket tanpa menggunakan perekat tambahan. Produk briket tersebut selanjutnya dikarbonisasi sehingga menjadi produk akhir berupa briket arang atau biasa dengan nama pasaran sawdust charcoal briquette.

Photo dari sini
Selain untuk konsumsi dalam negeri, domba dan kambing ini juga menjadi komoditas export ke sejumlah negara. Info yang didapat dari Pusdatin Kementan bahwa domba dan kambing Indonesia telah di export antara lain ke Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA). Pada dasarnya pilihan untuk melakukan bisnis export domba dan kambing adalah pilihan peternak itu sendiri dan spesifikasi untuk pasar export juga berbeda untuk kebutuhan lokal. Jika pasar lokal umumnya menggunakan domba dan kambing dengan berat 25-35 kg per ekor, maka untuk pasar export umumnya mensyaratkan berat di atas 35 kg per ekornya. Sebagai contoh untuk pasar domba dan kambing yang besar adalah Arab Saudi khususnya pada musim haji yang mencapai sekitar 2 juta ekor atau seperempat kebutuhan negara tersebut yang berarti mencapai 8 juta ekor per tahunnya. 

Dan terakhir, pada dasarnya kebutuhan pangan khususnya protein hewani serta lebih khusus lagi dari ruminansia domba, kambing dan sapi akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk itu sendiri. Penduduk dunia diperkirakan mencapai 10 milyar pada tahun 2050 atau 1,3 kali lipat saat ini dan penduduk Indonesia mencapai 319 juta jiwa pada 2045 atau 1,2 kali lipat dari saat ini. Hal lain yang patut menjadi perhatian adalah bonus demografi Indonesia. Bonus demografi dengan dominasi angkatan muda produktif seharusnya menjadi kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia jika didukung dan diarahkan dengan benar. Sektor ini tentu saja menjadi salah satu solusi. Dengan luas lahan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk usaha ini insyaAllah mengatasi berbagai masalah penting saat ini seperti ketahanan pangan, mencegah kerusakan lingkungan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan taraf hidup, peningkatan kualitas pangan dan sebagainya. 

Thursday, July 22, 2021

Peternakan Doka (Domba dan Kambing) Berbasis Kebun Energi

Kebutuhan pangan khususnya protein hewani terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Daging khususnya dari domba kambing adalah sumber protein hewani yang banyak menjadi favorit atau kesukaan masyarakat. Diperkirakan penduduk dunia akan mencapai 10 milyar pada 2050 dan khususnya penduduk Indonesia 319 juta jiwa pada 2045. DKI Jakarta atau Jabodetabek adalah daerah paling padat penduduknya di Indonesia sehingga kebutuhan pangan khususnya protein hewani daging domba kambing semakin besar. Saat ini daerah tersebut mendatangkan kebutuhan daging domba dan kambing dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung secara bergantian tergantung ketersediaan suplai masing-masing daerah tersebut. Hal ini karena tidak ada satu daerahpun yang mampu mencukupi sendiri kebutuhan Jabodetabek tersebut. Atau apabila daerah-daerah tersebut selalu bisa menyuplai kebutuhan Jabodetabek secara rutin maka bisnis bisa terus berkesinambungan dan stabil tetapi tentu saja bisa mengatasi kendala-kendala dalam bisnis Doka ini.

Ternyata sejumlah permasalahan melingkupi bisnis Doka ini diantaranya ketersediaan bibit, skill beternak, ketersediaan pakan, rantai pemasaran dan sebagainya. Hal sederhana misalnya ketersediaan bibit. Walaupun peternak pada umumnya juga belum menggunakan bibit unggul, ketersediaan bibit pun menjadi masalah karena banyak betina produktif yang dipotong atau disembelih. Hal ini terutama karena faktor persaingan bisnis, karena harga jantan lebih mahal membuat Doka betina disembelih padahal ini mengganggu keberlanjutan usaha peternakan tersebut. Aspaqin (Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia) mencatat telah terjadi penyembelihan betina sebanyak 63% dari anggotanya dari total 331.693 ekor yang disembelih. Tentu saja masih banyak yang tidak terdata karena masih banyak pengusaha aqiqah yang tidak menjadi anggota Aspaqin tersebut. Selain itu juga banyak warung-warung makan masakan kambing seperti warung-warung sate yang masih menyembelih Doka betina produktif. 

Tentu juga akan lebih baik jika Doka yang menjadi bibit adalah Doka pilihan atau unggulan sehingga dihasilkan kuantitas dan kualitas daging lebih baik. Faktor konversi pakan ke daging pada Doka unggulan juga lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan. Dan ini terutama menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga riset. Domba dorper dan kambing bohr adalah jenis doka unggulan tersebut. Tetapi ada upaya yang lebih mudah dilakukan untuk menjaga keberlangsungan peternakan domba tersebut, yakni dengan mengurangi bahkan melarang pemotongan Doka betina produktif. Dengan cara demikian maka kontinuitas bibit Doka bisa dipertahankan bahkan dikembangkan lebih banyak lagi. Untuk bisa mewujudkan hal ini tentu saja dibutuhkan upaya dari semua pihak. Pemberian insentif atau sangsi bisa saja dilakukan untuk menunjang hal tersebut. 

Masalah skill atau ketrampilan peternak juga menjadi kendala lainnya. Sebagian besar peternak Doka adalah peternak kecil dengan teknik beternak tradisional. Hal tersebut membuatnya sulit apabila digunakan mencukupi permintaan rutin apalagi jumlah besar. Pola peternakan modern harus dilakukan untuk menjadi industri peternakan yang handal sebagai tumpuan mata pencaharian peternak tersebut. Hanya dengan pola tersebut peternakan yang efektif dan efisien bisa dilaksanakan. Dengan persiapan yang baik didukung dengan skill tersebut, pelaku industri peternakan Doka mampu melakukan peternakan Doka secara intensif sehingga diharapkan mampu menyuplai kebutuhan daging tersebut.

Beternak Doka selain merupakan upaya pemenuhan sumber pangan khususnya protein hewani berupa daging dan susu, juga merupakan bagian menyempurnakan syari'at Islam. Jumlah penduduk yang terus meningkat artinya bayi-bayi muslim yang lahir itu orang tuanya diperintahkan untuk melakukan aqiqah. Selain itu juga perayaan Idul Adha yang dilakukan setiap tahun juga membutuhkan Doka sebagai hewan qurban. Domba bahkan sebagai hewan qurban memiliki banyak keutamaan dibandingkan hewan ternak lainnya walaupun sama-sama halal seperti kambing, unta dan sapi. Dalam ayat (QS 6 : 143-144), delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor (sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi. Kaidah dalam Al Qur'an, sesuatu yang disebut pertama memiliki keutamaan daripada sesudahnya. Indikasi lain tentang keutamaan domba juga bisa kita dapati pada peristiwa Qurban, yakni ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yakni Ismail, lalu oleh Allah SWT menyelamatkan Ismail dan menggantinya dengan domba besar. Peristiwa tersebut kemudian kita peringati setiap tahun dan menjadi syariat Qurban pada hari raya Idhul Adha setiap 10 Dzulhijah. 

Pengembangan kebun energi yang semakin digaungkan akhir-akhir ini dengan produk utama berupa kayu untuk produksi bahan bakar biomasa baik wood chip maupun wood pellet, juga akan menghasilkan limbah atau produk samping berupa daun. Daun dari kaliandra atau gamal (gliricidia) tersebut kaya akan kandungan protein sehingga sangat bagus sebagai sumber pakan ternak Doka tersebut. Jumlah daun yang dihasilkan juga akan sangat banyak sehingga potensi peternakan Doka yang dikembangkan juga akan sangat besar. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan Doka bibit, import berapapun juga diperbolehkan pada peraturan saat ini. Hal ini juga bisa sangat mirip pada usaha penggemukan (feedlot) sapi potong kapasitas besar,M dimana sapi bakalan atau sapi bibit diimport dari Australia, untuk lebih detail baca disini. Fokus penggemukan Doka juga bisa sangat efektif dan efisien atau memiliki keunggulan seperti pada sapi potong bila dilakukan di Indonesia. Limbah daun dari kebun energi bisa jadi pakan yang potensial. 

Selain untuk konsumsi dalam negeri, Doka juga bisa sebagai komoditas export. Untuk keperluan dalam negeri seperti kurban dan aqiqah, pada umumnya menggunakan Doka kecil, yakni dengan berat berkisar 25-35 kg. Sedangkan untuk pasar export kebutuhan Doka biasanya mensyaratkan bobot 35 kg ke atas. Pasar export bisa menjadi segmen tersendiri dan juga pada dasarnya merupakan pilihan peternak itu sendiri. Peternak Doka dari Indonesia juga telah melakukan export Doka ke sejumlah negara antara lain Malaysia, Uni Emirat Arab dan Timor Leste seperti tabel di atas. 

Export Domba dan Pellet Pakan Ternak ke Aljazair

  Aljazair mencanangkan import domba hingga 1 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha. Hal ini karena kebutuhan dalam negeri yang bes...